Hidroponik (Inggris: hydroponic) berasal dari kata Yunani yaitu
hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya.
Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa tanah.
Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air
dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilless.
Teknik hidroponik banyak dilakukan dalam skala kecil sebagai hobi di kalangan
masyarakat Indonesia. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha
komersial harus diperhatikan. Jenis tanaman yang mempunyai nilai jual di atas
rata-rata di antaranya yaitu:
- Paprika
- Tomat
- Timun Jepang
- Melon
- Terong Jepang
- Selada
Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan secara ringkas dan praktis bertanam dengan cara hidroponik. Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Di mana pun tumbuhnya sebuah tanaman
akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu
tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah
adalah untuk penyangga tanaman dan air
yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk kemudian bisa
diserap tanaman. Pola pikir inilah yang akhirnya
melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, di mana yang ditekankan adalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Sejarah
Hidroponik
Sejarah hidroponik bisa dibilang
sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, seperti kita ketahui di Babylon yang
merupakan negara di Mesopotamia kuno, peninggalannya yang tersisa sekarang
adalah sebuah kota kecil antara sungai efrat dan sungai tigris sekitar 85 km
sebelah selatan kota Baghdad, Irak. Pada masa kekaisaran Babilonia di kota
tersebut terdapat sebuah taman yang dikenal dengan sebutan “taman gantung” atau
“hanging garden” yang dibuat kira-kira tahun 600 SM. Taman gantung ini adalah
merupakan hadiah dari Raja Nebukadnezar II untuk istri tercintanya bernama
Amytis, yang juga sebagai permaisuri. Taman gantung ini dibuat secara
bertingkat dan tidak semuanya menggunakan media tanah sebagai media tanam, luas
dari taman ini diperkirakan sekitar 16187.44 m². Taman gantung ini juga telah
masuk sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia.
Seperti halnya Babylon, negeri Cina juga telah mencoba menerapkan cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam. Cina telah menerapkan teknik bercocok tanam yang dikenal dengan “taman terapung”. Bahkan di Mesir, Cina dan India juga sudah menerapkan cara bercocok tanam yang tidak menggunakan tanah sebagai media tanam, mereka sudah menggunakan pupuk organik yang mereka gunakan sebagai supply bahan makan untuk tanaman yang mereka tanam di dalam bedengan pasir yang terletak di tepi sungai. Cara bercocok tanam seperti ini dikenal dengan istilah “river bed cultivation”
Istilah hidroponik lahir sekitar tahun 1936, sebagai penghargaan yang diberikan kepada DR. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California. DR. WF. Gericke ini melakukan percobaan dan penelitian dengan menanam tomat di dalam bak yang berisi mineral sehingga tomat tersebut mapu bertahan hidup dan dapat tumbuh sampai ketinggian 300 cm juga memiliki buah yang lebat. Sebelumnya beberapa ahli patologis tanaman juga melakukan percobaaan dan penelitian untuk dapt melakukan bercocok tanam tanpa media tanah sebagai media tanam, sehingga pada masa itu bermunculan istilah-istilah : “nutri culture”, “water culture”, ”gravel bed culture”, dan istilah “solution cilture”.
Penemuan besar ini telah menjadi trend di abad 20, karena bercocok tanam dengan cara hidroponik dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk ibu rumah tangga sekalipun yang gemar bertanam tanam hias.
Bisa juga kita lihat, pada kisaran tahun 1950 ketika Jepang dbombardir dengan bom atom oleh sekutu yang membuat tanah di negara Jepang menjadi kering dan tandus. Negara Jepang juga menerapkan system bercocok tanam dengan teknik Hidroponik. Irak, Bahrain dan negara-negara gurn pasir juga telah menerapkan cara bercocok tanam dengan teknik hidroponik, karena tanah di negara-negara tersebut hanya berupa gurun pasir yang tandus.
Seperti halnya Babylon, negeri Cina juga telah mencoba menerapkan cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam. Cina telah menerapkan teknik bercocok tanam yang dikenal dengan “taman terapung”. Bahkan di Mesir, Cina dan India juga sudah menerapkan cara bercocok tanam yang tidak menggunakan tanah sebagai media tanam, mereka sudah menggunakan pupuk organik yang mereka gunakan sebagai supply bahan makan untuk tanaman yang mereka tanam di dalam bedengan pasir yang terletak di tepi sungai. Cara bercocok tanam seperti ini dikenal dengan istilah “river bed cultivation”
Istilah hidroponik lahir sekitar tahun 1936, sebagai penghargaan yang diberikan kepada DR. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California. DR. WF. Gericke ini melakukan percobaan dan penelitian dengan menanam tomat di dalam bak yang berisi mineral sehingga tomat tersebut mapu bertahan hidup dan dapat tumbuh sampai ketinggian 300 cm juga memiliki buah yang lebat. Sebelumnya beberapa ahli patologis tanaman juga melakukan percobaaan dan penelitian untuk dapt melakukan bercocok tanam tanpa media tanah sebagai media tanam, sehingga pada masa itu bermunculan istilah-istilah : “nutri culture”, “water culture”, ”gravel bed culture”, dan istilah “solution cilture”.
Penemuan besar ini telah menjadi trend di abad 20, karena bercocok tanam dengan cara hidroponik dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk ibu rumah tangga sekalipun yang gemar bertanam tanam hias.
Bisa juga kita lihat, pada kisaran tahun 1950 ketika Jepang dbombardir dengan bom atom oleh sekutu yang membuat tanah di negara Jepang menjadi kering dan tandus. Negara Jepang juga menerapkan system bercocok tanam dengan teknik Hidroponik. Irak, Bahrain dan negara-negara gurn pasir juga telah menerapkan cara bercocok tanam dengan teknik hidroponik, karena tanah di negara-negara tersebut hanya berupa gurun pasir yang tandus.
Media
Hidroponik
arang sekam,
pasir, zeolit, rockwoll, gambut (peat
moss), dan serbuk
sabut kelapa,
kerikil, pecahan batu bata
Tanaman
Bisa Hidup karena :
- Bersifat poros atau mudah membuang air yang berlebihan;
- Berstruktur gembur, subur dan dapat menyimpan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman;
- Tidak mengandung garam laut atau kadar salinitas rendah;
- Keasaman tanah netral hingga alkalis, yakni pada pH 6 – 7;
- Tidak mengandung organisme penyebab hama dan penyakit;
- Mengandung bahan kapur atau kaya unsur kalsium.
Kekurangan
& Kelebihan
-Kelebihan
·
Kemampuan
menyimpan air dan nutrisi tinggi
·
Baik bagi
perkembangan mikroorganisme bermanfaat (mikroriza dll)
·
Aerasi
optimal (porus)
·
Kemampuan
menyangga pH tinggi
·
Sangat
cocok bagi perkembangan perakaran
-Kekurangan
·
Bukan
media yang baik bagi perkembangan organisme bermanfaat seperti Mikoriza
·
Media
lebih berat, karena umumnya berupa batuan
·
Terlalu
cepat mengatuskan air, nutrisi yang diberikan sering terlindi
·
Kurang
baik bagi perkembangan sistem perakaran
·
Tidak
permanen, hanya dapat digunakan beberapa kali saja, secara rutin harus diganti
kalau selada di tanam dengan media tanam moss kira2 bisa dan hasilnya bagus gak ya pak?
BalasHapuswahh krng tau deh de. yaa coba aja dlu, kalo gak cocok ganti aja
BalasHapus