Tentu banyak yang menyimpan definisi pribadi tentang
kata “galau”. Perputaran topik perbincangan masalah satu ini di
media-media sosial sangatlah cair dan riuh. Dari sekadar curahan hati di
linimasa hingga tulisan puitis berbentuk prosa, banyak orang
mendefinisikan “galau” sebagai sebuah bentuk perasaan yang kurang
nyaman, sedih, gelisah, menyesal, bingung, dan sebagainya. Tapi, apa
definisi sebenarnya kata “galau”?
Nah, satu-satunya cara yang bisa kita tempuh untuk mematenkan keyakinan adalah dengan mencari kata “galau” di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Perhatikan definisi galau berikut:
Secara bahasa, memang tidak salah jika “galau” disejajarkan artinya dengan keadaan mental sementara yang tidak tenang, sedih, dan sebagainya seperti selama ini kita dengar dari banyak media. Hanya saja, pemekaran arti lain yang dalam kamus lebih diutamakan, bisa dipahami sebagai bagian dari pemaknaan kata.
Takutnya, di suatu saat kita sedang “sibuk beramai-ramai”, lantas berucap, “Aku sedang galau,” lalu orang-orang menertawakan kita. Semata-mata karena di pikiran mereka galau itu adalah kesedihan yang mendalam dan membingungkan.
Bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa yang dianggap masih “miskin” dalam perbendaharaan kata. J.S. Badudu pernah menuliskan bahwa kosakata Bahasa Indonesia hanya sekitar 77.000, kalah jauh dengan bahasa negara-negara tetangga yang rata-rata jumlahnya enam digit. Itulah mengapa, proses asimilasi makna kata dan penyerapan dari kata-kata bahasa asing masih dilakukan guna memperkaya Bahasa Indonesia.
Tak terkecuali “galau” ini, kata-kata yang termasuk golongan kata-kata “baru” perlu dijelaskan secara tepat dan definitif kepada publik. Mulai dari makna sebenarnya, hingga ke makna-makna turunan. Akan sangat disayangkan jika nantinya kata baru dikenal tersebut kemudian menjadi istilah yang digunakan di banyak bidang, termasuk bisnis periklanan, dalam kapasitasnya sebagai istilah publik yang definitif-relatif, bisa diartikan apa saja oleh siapa saja. Padahal, kita masih punya KBBI sebagai panduan penentuan arti kata.
Sayang sekali kalangan bisnis kita saat ini hanya latah menggunakan kata-kata baru yang terlanjur populer. Patut diakui belum banyak di antara kita yang dengan sadar mencari kamus begitu muncul kata-kata baru yang terkenal di media-media sosial. Sifat ikut tren popular yang seharusnya menjadi jembatan bagi publik untuk mengakses ilmu-ilmu pasti seperti bahasa justru terkesampingkan oleh keriuhan perbincangan sementara.
“Galau” tetaplah diartikan sebagai sedih, gelisah, bingung, bimbang, dan sebagainya, tidak masalah. Asalkan publik jadi lebih tahu, bahwa secara definitif, galau itu artinya “sibuk beramai-ramai”.
Nah, satu-satunya cara yang bisa kita tempuh untuk mematenkan keyakinan adalah dengan mencari kata “galau” di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Perhatikan definisi galau berikut:
ga·lau a, ber·ga·lau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); ke·ga·lau·an n sifat (keadaan hal) galauNah, dari bahan referensi di atas, bisa kita simpulkan sementara bahwa pada kenyataannya, “galau” lebih dekat artinya dengan kegiatan beramai-ramai, atau dalam kamus disebut “sibuk beramai-ramai”. Galau digolongkan sebagai adjektiva, artinya kata sifat yang biasanya ikut pada sebuah subjek berupa nomina. Sedangkan, satu-satunya pengertian yang menyangkut kondisi psikologis, adalah keadaan “kacau tidak keruan” yang lebih tepat dirujuk kepada keadaan pikiran.
Secara bahasa, memang tidak salah jika “galau” disejajarkan artinya dengan keadaan mental sementara yang tidak tenang, sedih, dan sebagainya seperti selama ini kita dengar dari banyak media. Hanya saja, pemekaran arti lain yang dalam kamus lebih diutamakan, bisa dipahami sebagai bagian dari pemaknaan kata.
Takutnya, di suatu saat kita sedang “sibuk beramai-ramai”, lantas berucap, “Aku sedang galau,” lalu orang-orang menertawakan kita. Semata-mata karena di pikiran mereka galau itu adalah kesedihan yang mendalam dan membingungkan.
Bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa yang dianggap masih “miskin” dalam perbendaharaan kata. J.S. Badudu pernah menuliskan bahwa kosakata Bahasa Indonesia hanya sekitar 77.000, kalah jauh dengan bahasa negara-negara tetangga yang rata-rata jumlahnya enam digit. Itulah mengapa, proses asimilasi makna kata dan penyerapan dari kata-kata bahasa asing masih dilakukan guna memperkaya Bahasa Indonesia.
Tak terkecuali “galau” ini, kata-kata yang termasuk golongan kata-kata “baru” perlu dijelaskan secara tepat dan definitif kepada publik. Mulai dari makna sebenarnya, hingga ke makna-makna turunan. Akan sangat disayangkan jika nantinya kata baru dikenal tersebut kemudian menjadi istilah yang digunakan di banyak bidang, termasuk bisnis periklanan, dalam kapasitasnya sebagai istilah publik yang definitif-relatif, bisa diartikan apa saja oleh siapa saja. Padahal, kita masih punya KBBI sebagai panduan penentuan arti kata.
Sayang sekali kalangan bisnis kita saat ini hanya latah menggunakan kata-kata baru yang terlanjur populer. Patut diakui belum banyak di antara kita yang dengan sadar mencari kamus begitu muncul kata-kata baru yang terkenal di media-media sosial. Sifat ikut tren popular yang seharusnya menjadi jembatan bagi publik untuk mengakses ilmu-ilmu pasti seperti bahasa justru terkesampingkan oleh keriuhan perbincangan sementara.
“Galau” tetaplah diartikan sebagai sedih, gelisah, bingung, bimbang, dan sebagainya, tidak masalah. Asalkan publik jadi lebih tahu, bahwa secara definitif, galau itu artinya “sibuk beramai-ramai”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar